Lingkungan sekitar
Terletak sekitar 40 kilometer
(25 mil) barat laut dari Kota Yogyakarta, Borobudur terletak di atas bukit
pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar; Gunung Sundoro-Sumbing
di sebelah barat laut dan Merbabu-Merapi di sebelah timur laut, di sebelah
utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah selatan terdapat jajaran
perbukitan Menoreh, serta candi ini terletak dekat pertemuan dua sungai yaitu
Sungai Progo dan Sungai Elo di sebelah timur. Menurut legenda Jawa, daerah yang
dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap suci dalam kepercayaan
Jawa dan disanjung sebagai 'Taman pulau Jawa' karena keindahan alam dan
kesuburan tanahnya.
Tiga candi serangkai
Selain Borobudur, terdapat beberapa candi Buddha
dan Hindu di kawasan ini. Pada masa penemuan dan pemugaran di awal abad ke-20
ditemukan candi Buddha lainnya yaitu Candi Mendut dan Candi Pawon yang terbujur
membentang dalam satu garis lurus. Awalnya diduga hanya suatu kebetulan, akan
tetapi berdasarkan dongeng penduduk setempat, dulu terdapat jalan berlapis batu
yang dipagari pagar langkan di kedua sisinya yang menghubungkan ketiga candi
ini. Tidak ditemukan bukti fisik adanya jalan raya beralas batu dan berpagar
dan mungkin ini hanya dongeng belaka, akan tetapi para pakar menduga memang ada
kesatuan perlambang dari ketiga candi ini. Ketiga candi ini
(Borobudur-Pawon-Mendut) memiliki kemiripan langgam arsitektur dan ragam
hiasnya dan memang berasal dari periode yang sama yang memperkuat dugaan adanya
keterkaitan ritual antar ketiga candi ini. Keterkaitan suci pasti ada, akan
tetapi bagaimanakah proses ritual keagamaan ziarah dilakukan, belum diketahui
secara pasti.
Selain candi Mendut dan Pawon, di sekitar
Borobudur juga ditemukan beberapa peninggalan purbakala lainnya, diantaranya
berbagai temuan tembikar seperti periuk dan kendi yang menunjukkan bahwa di
sekitar Borobudur dulu terdapat beberapa wilayah hunian. Temuan-temuan
purbakala di sekitar Borobudur kini disimpan di Museum Karmawibhangga
Borobudur, yang terletak di sebelah utara candi bersebelahan dengan Museum
Samudra Raksa. Tidak seberapa jauh di sebelah utara Candi Pawon ditemukan
reruntuhan bekas candi Hindu yang disebut Candi Banon. Pada candi ini ditemukan
beberapa arca dewa-dewa utama Hindu dalam keadaan cukup baik yaitu Shiwa,
Wishnu, Brahma, serta Ganesha. Akan tetapi batu asli Candi Banon amat sedikit
ditemukan sehingga tidak mungkin dilakukan rekonstruksi. Pada saat penemuannya
arca-arca Banon diangkut ke Batavia (kini Jakarta) dan kini disimpan di Museum
Nasional Indonesia.
Danau purba
Tidak seperti candi lainnya yang dibangun di atas
tanah datar, Borobudur dibangun di atas bukit dengan ketinggian 265 m
(870 kaki) dari permukaan laut dan 15 m (49 kaki) di atas dasar
danau purba yang telah mengering. Keberadaan danau purba ini menjadi bahan
perdebatan yang hangat di kalangan arkeolog pada abad ke-20; dan menimbulkan
dugaan bahwa Borobudur dibangun di tepi atau bahkan di tengah danau. Pada 1931,
seorang seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp,
mengajukan teori bahwa Dataran Kedu dulunya adalah sebuah danau, dan Borobudur
dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau.
Bunga teratai baik dalam bentuk padma (teratai merah), utpala
(teratai biru), ataupun kumuda (teratai putih) dapat ditemukan dalam
semua ikonografi seni keagamaan Buddha; seringkali digenggam oleh Boddhisatwa
sebagai laksana (lambang regalia), menjadi alas duduk singgasana Buddha
atau sebagai lapik stupa. Bentuk arsitektur Borobudur sendiri menyerupai bunga
teratai, dan postur Budha di Borobudur melambangkan Sutra Teratai yang
kebanyakan ditemui dalam naskah keagamaan Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha
yang kemudian menyebar ke Asia Timur). Tiga pelataran melingkar di puncak
Borobudur juga diduga melambangkan kelopak bunga teratai. Akan tetapi teori
Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa dan fantastis ini banyak menuai bantahan
dari para arkeolog; pada daratan di sekitar monumen ini telah ditemukan
bukti-bukti arkeologi yang membuktikan bahwa kawasan sekitar Borobudur pada
masa pembangunan candi ini adalah daratan kering, bukan dasar danau purba.
Sementara itu pakar geologi justru mendukung
pandangan Nieuwenkamp dengan menunjukkan bukti adanya endapan sedimen lumpur di
dekat situs ini. Sebuah penelitian stratigrafi, sedimen dan analisis sampel
serbuk sari yang dilakukan tahun 2000 mendukung keberadaan danau purba di
lingkungan sekitar Borobudur, yang memperkuat gagasan Nieuwenkamp. Ketinggian
permukaan danau purba ini naik-turun berubah-ubah dari waktu ke waktu, dan
bukti menunjukkan bahwa dasar bukit dekat Borobudur pernah kembali terendam air
dan menjadi tepian danau sekitar abad ke-13 dan ke-14. Aliran sungai dan
aktivitas vulkanik diduga memiliki andil turut mengubah bentang alam dan
topografi lingkungan sekitar Borobudur termasuk danaunya. Salah satu gunung
berapi paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi yang terletak cukup dekat
dengan Borobudur dan telah aktif sejak masa Pleistosen.
bersambung ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar