Candi Jago
Candi Jago berasal dari kata "Jajaghu", didirikan pada masa Kerajaan Singhasari pada abad ke-13. Berlokasi di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, atau sekitar 22 km dari Kota Malang, pada koordinat 8°0′20,81″LU 112°45′50,82″BT / 8°LS 112,75°BT.
Candi ini cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian
dan menurut cerita setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit.
Pada candi inilah Adityawarman kemudian menempatkan Arca Manjusri seperti yang disebut pada Prasasti Manjusri. Sekarang Arca ini tersimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris D. 214.
Struktur Candi Jago
Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak.
Keseluruhannya memiliki panjang 23,71 m, lebar 14 m, dan tinggi 9,97 m.
Bangunan Candi Jago nampak sudah tidak utuh lagi; yang tertinggal pada
Candi Jago hanyalah bagian kaki dan sebagian kecil badan candi. Badan
candi disangga oleh tiga buah teras. Bagian depan teras menjorok dan
badan candi terletak di bagian teras ke tiga. Atap dan sebagian badan
candi telah terbuka. Secara pasti bentuk atap belum diketahui, namun ada
dugaan bahwa bentuk atap Candi Jago menyerupai Meru atau Pagoda.
Pada dinding luar kaki candi dipahatkan relief-relief cerita
Kresnayana, Parthayana, Arjunawiwaha, Kunjarakharna, Anglingdharma,
serta cerita fabel. Untuk mengikuti urutan cerita relief Candi Jago kita
berjalan mengelilingi candi searah putaran jarum jam (pradaksiana).
Pada sudut kiri candi (barat laut) terlukis awal cerita binatang
seperti halnya cerita Tantri. Cerita ini terdiri dari beberapa panel.
Sedangkan pada dinding depan candi terdapat fabel, yaitu kura-kura. Ada
dua kura-kura yang diterbangkan oleh seekor angsa dengan cara kura-kura
tadi menggigit setangkai kayu. Di tengah perjalanan kura-kura
ditertawakan oleh segerombolan serigala. Mereka mendengar dan kura-kura
membalas dengan kata-kata (berucap), sehingga terbukalah mulutnya. Ia
terjatuh karena terlepas dari gigitan kayunya. Kura-kura menjadi makanan
serigala. Maknanya kurang lebih memberikan nasihat, janganlah mundur
dalam usaha atau pekerjaan hanya karena hinaan orang.
Pada sudut timur laut terdapat rangkaian cerita Buddha yang
meriwayatkan Yaksa Kunjarakarna. Ia pergi kepada dewa tertinggi, yaitu
Sang Wairocana untuk mempelajari ajaran Buddha.
Beberapa hiasan dan relief pada kaki candi berupa cerita
Kunjarakarna. Cerita ini bersifat dedaktif dalam kepercayaan Buddha,
antara lain dikisahkan tentang raksasa Kunjarakarna ingin menjelma
menjadi manusia. Ia menghadap Wairocana dan menyampaikan maksudnya.
Setelah diberi nasihat dan patuh pada ajaran Buddha, akhirnya keinginan
raksasa terkabul.
Pada teras ketiga terdapat cerita Arjunawiwaha yang meriwayatkan
perkawinan Arjuna dengan Dewi Suprabha sebagai hadiah dari Bhatara Guru
setelah Arjuna mengalahkan raksasa Niwatakawaca.
Hiasan pada badan Candi Jago tidak sebanyak pada kakinya. Yang
terlihat pada badan adalah relief adegan Kalayawana, yang ada
hubungannya dengan cerita Kresnayana. Relief ini berkisah tentang
peperangan antara raja Kalayawana dengan Kresna. Sedangkan pada bagian
atap candi yang dikirakan dulu dibuat dari atap kayu/ijuk, sekarang
sudah tidak ada bekasnya.
Asal Usul
Candi ini mula-mula didirikan atas perintah raja Kertanagara
untuk menghormati ayahandanya, raja Wisnuwardhana, yang mangkat pada
tahun 1268. Dan kemudian Adityawarman mendirikan candi tambahan dan
menempatkan Arca Manjusri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar